nojeraloff

by nojeraloff


Saat ini mereka berdua sudah berada di taman belakang rumah. Duduk berdua di sebuah ayunan yang memang sudah ada. Kedua tangan yang saling bertaut satu sama lain sambil memandang terangnya langit pada senja ini.

“Besok jadi, kan?” tanya Kayyi.

Elvan mengalihkan pandangannya ke Kayyi yang tadinya menatap langit, “Jadi, sayang.” balasnya lalu mengecup pipi sang pacar.

“Oke, deh.”

Kayyi tidak kaget jika Elvan tiba-tiba mengecup pipinya karena hal itu sudah biasa baginya. Batas skinship mereka juga hanya sampai kecupan di pipi dan kening.

“Kamu kapan mulai latihan rutin?”

“Bulan depan, babe. Karena mau ngeluarin album baru.” balas Elvan.

Hening. Keduanya hanya menatap langit yang kian menggelap seiring berjalannya waktu. Oh iya, semua temannya sudah pulang, makanya mereka berada di sini saat ini.

“I miss you, I miss you so bad.” ujar Elvan.

Lantas Elvan menarik tubuh gadisnya kedalam pelukan hangatnya. Kayyi membalas pelukan tersebut sembari memberikan usapan ringan pada punggung Elvan.

“Miss you too, bayiii.” balas Kayyi.


Saat ini Elvan dan Kayyi berada di tepi jalan. Kayyi menginginkan bakso kosong untuk dimakan ketika tiba di rumah nanti, jadi mereka mampir sebentar.

“Kamu masuk aja, Van.” ujar Kayyi, pasalnya saat ini suasannya sedang ramai, taku-takut kalau ada yang mengenali Elvan.

“Gak mau.” tolak Elvan lagi.

Kayyi menghembuskan napasnya pasrah. Selesai membayar, Kayyi segera membawa Elvan menuju mobil mereka.

Tidak ada yang berbicara. Masing-masing fokus pada pikiran masing-masing. Kayyi hanya menatap jalanan dan Elvan fokus dengan setirnya.

Elvan menatap Kayyi sekilas kemudian menggenggam tangan gadisnya itu. Kayyi sedikit terkejut tapi dia mencoba untuk biasa saja.

“Biar gak kosong tangan kamu.” ujar Elvan dan Kayyi hanya tersenyum manis.

Mobil pun tiba di depan rumah Kayyi. Keadaan sekarang sudah gelap, mungkin semuanya sudah tidur. begitu pikir mereka.

“Yaudah, aku masuk ya, kamu hati-hati di jalan pulang.” ujar Kayyi.

Elvan mengangguk kemudian memeluk Kayyi sebentar. Setelah pamit, Elvan segera melajukan mobilnya menjauhi rumah keluarga Bielyyn.

Malam ini, Ranabel Zewirua telah berada di acara pertunangannya Gezha Nahares dengan Sakyla.

Dengan gaun berwarna merah selututnya dan rambut yang dibiarkan tergerai membuatnya semakin terlihat cantik dan anggun

“Cantik banget lo, bel.” batin lelaki disebelahnya, Elvan Laksmana.

“Wih dateng juga akhirnya.”

Suara itu membuat Abel yang tadinya melihat sekeliling langsung fokus pada satu objek di depannya ini, Eja.

“Halo Abel, gue kira lo ga bakal dateng.” ujar Eja dengan senyuman remehnya.

“Hai, dateng lah, masa tunangan mantan yang bahkan ga pernah suka sama gue, guenya ga dateng.” balas Abel sarkas.

Elvan diam-diam tersenyum mendengar perkataan Abel. Ini dia, wanita yang disukainya, Ranabel Zewirua.

Eja terdiam. Kemudian segera berbalik menuju Kyla yang sedang bersama keluarganya.

“Eh gue keterlaluan, ya?” tanya Abel takut-takut.

“Gak. Lo keren banget.” balas Elvan sambil membenarkan tata letak rambut Abel yang terkena angin.

Abel terdiam. Jantungnya berdetak sangat kencang. Apa dia mulai menyukai lelaki ini? Lelaki yang selalu mengirimi pesan bahkan menelponnya ketika berada di Bandung untuk sekedar bertanya kabar?


© nojeraloff

“Pak! Di luar terdapat banyak sekali wartawan, mereka memaksa ingin masuk untuk mewawancarai nona muda.” ujar salah satu bodyguard.

Jerico menghela napas, “Biar saya saja yang keluar, Alen kamu di sini saja.” Alen mengangguk.

Jerico melangkahkan kakinya keluar dan benar saja, banyak sekali wartawan.

“Pak Jerico, apakah Anda bisa menjelaskan lebih rinci apa yang telah terjadi?”

“Semua sudah ada di artikel, saya tidak bisa menjelaskan lebih lanjut, tunggu saja keputusan pengadilan besok.” balas Jerico dengan tegas.

“Dimana putri bungsu mu, pak?”

“Dia sedang ada di dalam, ada saatnya dimana dia bisa muncul untuk diwawancarai, sekian dari saya, dan tolong tunggu saja apa keputusan pengadilan besok.”

Finish, game finished.

“Kak!” panggilan itu membuat Haza yang tadinya memainkan handphone langsung menghadap ke arah sumber bunyi suara itu.

“Kamu gapapa?” Haza bangkit dari duduknya dan langsung berdiri menghadap Alen.

Alen mengangguk, “Aku gapapa kok, kakak aja yang terlalu khawatir.” balas yang lebih muda.

Haza menghela napas lega. Pasalnya ia baru saja bangun, setelah mendapat kabar dia langsung mencuci muka dan memang berniat untuk ke rumah Alen.

“Pa, abis ini berita aku?” tanya Alen ke papanya yang sedari tadi melihat drama di pagi hari.

“Iya, sini duduk pegangin akuarium ikan kesayangan papa ini.” ujar Jerico.

Alen tersentum pasrah. Berita itu, berita yang sudah ditunggu-tunggu akhirnya keluar.

Aleana Oldenaira adalah putri bungsu dari CEO Jerico Oldeniel dan merupakan Founder dari Oldena La Mode sekaligus CEO dari perusahaan fashion tersebut.


© nojeraloff

“Kak!” panggilan itu membuat Haza yang tadinya memainkan handphone langsung menghadap ke arah sumber bunyi suara itu.

“Kamu gapapa?” Haza bangkit dari duduknya dan langsung berdiri menghadap Alen.

Alen mengangguk, “Aku gapapa kok, kakak aja yang terlalu khawatir.” balas yang lebih muda.

Haza menghela napas lega. Pasalnya ia baru saja bangun, setelah mendapat kabar dia langsung mencuci muka dan memang berniat untuk ke rumah Alen.

“Pa, abis ini berita aku?” tanya Alen ke papanya yang sedari tadi melihat drama di pagi hari.

“Iya, sini duduk pegangin akuarium ikan kesayangan papa ini.” ujar Jerico.

Alen tersentum pasrah. Berita itu, berita yang sudah ditunggu-tunggu akhirnya keluar.

Aleana Oldenaira adalah putri bungsu dari CEO Jerico Oldeniel dan merupakan Founder dari Oldena La Mode sekaligus CEO dari perusahaan fashion tersebut.


© nojeraloff

Pada umumnya setiap pasangan akan menghabiskan waktu bersama di malam minggu. Sama halnya dengan sepasang kekasih yang saat ini sedang menikmati dinner di kedai pinggiran jalan, lebih tepatnya Alen ingin memakan sate yang biasa mereka berdua beli.

“Asli deh, sate di sini gak pernah gagal.” ujar Alen.

Haza tersenyum, “Bener kata kamu, mau nambah lagi?”

“Udah kak, abis ini kita harus ke stan jajanan yang di simpang tiga di sana.”

Haza mengangguk saja mengiyakan permintaan sang kekasih. Rasanya sudah lama mereka tidak jalan berdua seperti ini.

“Len, besok beneran jadi ya?”

Alen mengangguk, “Jadi kak, aku takut banget sama apa yang bakal terjadi sama Clara, dia pasti shock banget, tapi mau gimana lagi, papanya salah.”

Haza tersenyum, wanitanya ini memang baik, bahkan sama Clara yang sudah membuatnya hampir terluka saja tetap baik.

“You're really kind, one of the reasons I'm sticking with you is because of your nature that other people rarely have.”

Saat ini Haza telah berada di kediaman Alen. Wajah mereka semua terlihat tegang dengan sebuah flashdisk yang sudah berada di meja di depan mereka semua, serta handphone Haza yang sudah menampilkan begitu banyaknya foto-foto mendiang Laudya.

“Sebelum aku putar apa yang ada di sini, aku mau nanya ke Alen. Kamu bener-bener udah siap, kan?” tanya Haza untuk yang ke sekian kalinya, padanya Haza terus bertanya ini kepada Alen.

“Iya, kak, aku siap.” balas Alen sekali lagi.

Haza menghembuskan napasnya, kemudian segera memasangkan flashdisk itu ke laptop dan yah, video terputar.

Terlihat rahang mereka mengeras, mata mereka terlihat memancarkan kemarahan dan kesedihan, jadi ini yang telah dialami Laudya?

Jerico, Faldo dan Alen meneteskan air matanya. Padahal di pagi hari saat itu semuanya baik-baik saja, mereka bercanda seperti biasanya. Namun, siapa yang menyangka ini semua akan terjadi?

“Kita udah punya bukti ini, sekaligus beberapa bukti lainnya tentang penggelapan dana perusahaan, dan istrinya yang akan membantu kita untuk melaporkannya, tingga tunggu waktu yang pas.” ujar Yudha.

Jujur saja, Laudya itu sudah seperti seorang adik baginya, Laudya dulunya adalah adik kelasnya yang sangat dekat dengannya. Deron? Dulu, saat Alen dan Haza belum lahir, saat itu Laudya lah yang meminta Yudha untuk mengangkatnya menjadi anak mengingat seluruh keluarga Deron yang telah tiada akibat kecelakaan pesawat. Deron juga menganggap Laudya sebagai ibunya, selain mendiang ibu angkatnya, mamanya Haza yang meninggal akibat penyakit jantung.

“Pa, Alen ke kamar dulu ya.” ujar Alen kemudian segera pergi menuju kamarnya.

Pikirannya sangat kacau. Mengapa ia tidak sadar? Mengapa ia tidak sadar saat ibunya menangis di dapur pada malam itu? Mengapa ia tidak sadar dengan kekacauan sang ibu? Mengapa?

“Ma...”

Memandangi foto sang ibu yang tersenyum sangat bahagia bersama keluarganya membuat hatinya semakin teriris.

“Ma, pasti sakit banget ya? Ma, maafin aku. Andai waktu itu aku ngerti, pasti mama gak akan kayak gini, pasti kita bakalan terus sama-sama.”

Isak tangis memilukan itu mengisi ruangan Alen yang membuat Jerico enggan untuk masuk ke dalam.


© nojeraloff

Sosok yang sangat menarik perhatian banyak orang. Sosok yang begitu rupawan, cantik, dan pesonanya yang sangat luar biasa.

Yah, dia adalah Laudya Oldenaira yang merupakan istri dari Jerico Oldeniel. Mereka menikah karena hasil perjodohan.

“Sayang, kamu hari ini ikut aku ke pertemuan kolega, ya?” ujar Jerico kepada istrinya yang saat ini sedang memasangkan dasinya.

Sang istri tersenyum simpul, “Iya, aku pasti ikut.” balasnya.

Jerico tersenyum dan mencium kening istrinya itu sebelum melangkahkan kakinya menuju pintu utama.

“Pa!! Liat nih bang Faldo, jail banget ke aku!!” teriak si bungsu.

Jerico menggelengkan kepalanya, “Faldo, jangan diganggu adeknya.”

Faldo tertawa, kemudian memberhentikan aksinya dan duduk di sofa. Sedangkan si bungsu berlari ke arah papanya.

“Papa mau pergi?” tanya Alen.

“Iya, baik-baik sama abang kamu, jangan lupa rawat ikan papa.”

Alen memutar bola matanya, “Ikan mulu, oiya, nanti malam papa jadi ke acara kolega?”

“Iya, jadi, tapi sama mama, kalian jaga rumah ya.”

Alen mengangguk, “Kalau gitu hati-hati, ya, pa!”

“Duduk dek, banyak omong kamu.” celetuk Faldo.

Alen mengikuti perkataan abangny itu walaupun diselingi dengan gumaman kekesalannya.

Laudya yang melihat interaksi itu hanya tersenyum. Lucu, itu pikirnya.

“Udah, kalian sarapan abis itu langsung berangkat ke sekolah masing-masing.” ujar Laudya.

“Okayy, mamaaa.” ujar si bungsu dengan ceria.

Yah, sebelumnya, keluarga mereka adalah keluarga yang sangat harmonis dan seru.


Saat ini Jerico dan Laudya telah berada di sebuah hotel tempat dimana acara kolega diadakan.

“Sayang, aku izin ke toilet dulu ya.” izin Laudya kepada suaminya, Jerico.

Sanga suami hanya mengangguk sambil tersenyum, kemudian segera bergabung ke teman-temannya.

Laudya berjalan menuju toilet yang ada di sana.

“Kenapa kayak ada yang ngikutin aku ya?”batinnya.

Maka, Laudya berbalik badan dan boom, di depannya saat ini ada seorang lelaki yang menerobos masuk ke dalam toilet wanita, lelaki itu tak lain dan tak bukan ialah Raffa.

“Kamu?! Mau ngapain kamu di sini?!” seru Laudya.

Laudya terus berjalan mundur ketika Raffa semakin mendekat dan memojokkannya. Panik dan takut, itu yang dirasakan Laudya.

“Sudah lama, sudah lama sejak saat terakhir kita bertemu, Laudya.” bisik Raffa.

Laudya gemetar. Dia berusaha untuk terus kabur namun tidak bisa.

Saat itu, harga dirinya hilang. Harga diri seorang istri dan seorang ibu yang sudah dijaganya selama belasan tahun hilang begitu saja. Semuanya hilang direnggut Raffa Aldiano, lelaki brengsek.


© nojeraloff

Tepat pukul 9 malam, mereka semua, Jerico, Alen, Yudha, Deron dan Faldo berkumpul di rumahnya Jerico untuk menunggu Haza yang saat ini telah berada di kediaman Clara.

“Pa, kak Haza bakalan gapapa kan?” tanya Alen, rautnya terlihat sangat cemas.

Jerico tersenyum kemudian mengelus surai panjang anak bungsunya itu, “Tenang aja, Haza itu kuat, pasti dia bakal ngga kenapa-napa.” balas Jerico.

Alen merasa sedikit lega dengan kalimat penenang sang papa. Seluruh badannya merosot ke bawah, meskipun begitu hatinya dan jiwanya harus siap dengan keadaan yang akan terjadi di masa depan nanti.

“Len, makan dulu lah, abang udah pesenin pizza kesukaan kamu nih.” ajak Faldo, kemudian menuntun Alen menuju meja makan yang kebetulan ada Deron di sana.

“Sini, tuan putri harus makan dulu.” ujar Deron dengan suara lembutnya.

Alen tersenyum, “Kak, kalian berdua bakalan cemas gak?”

“Kalo cemas mah udah pasti, apapun yang di dapat sama Haza nanti, semoga sesuai dengan yang kita semua harapkan.” ujar Faldo.

Kini ketiganya terdiam bergelut dengan pikiran masing-masing, menanyakan apa yang akan terjadi kedepannya setelah Haza memberikan mereka kabar.


Langit terlihat sangat gelap. Ribuan bintang dan satu bulan yang meneranginya membuat langit yang gelap itu menjadi terang. Semilir angin yang hadir membuat udara semakin dingin.

Di sini, Haza berada di depan sebuah mansion yang ditutupi gerbang menjulang tinggi. Gerbang itu terbuka dan menampilkan sosok wanita paruh baya yang masih terlihat cantik, Sarah, mamannya Clara.

“Ayo, nak, mumpung masih sepi, kita harus cepat.” Sarah membuka pembicaraan, dan Haza hanya mengangguk dan mengikuti langkah wanita itu yang menuju sebuah ruangan.

Jujur saja, Sarah sendiri belum pernah memasuki ruangan ini, bahkan ketika mendekatinya saja, suaminya selalu marah dan menyuruhnya untuk selalu menjaga jarak dengan ruangan ini. Sebab itulah Sarah memutuskan untuk membantu Haza mengingat semua perlakuan suaminya terhadapnya dan anak gadisnya, Clara.

Untuk memasuki ruangan ini diperlukannya sebuah password. Untung saja, Sarah selalu memperhatikan suaminya ketika memasuki ruangan itu, 903721 dan pintu itu terbuka.

Gelap, itu yang pertama kali terlintas dalam pikiran mereka berdua.

“Haza, tante harap semua yang ada di sini bisa banyak membantu kamu.” ujar Sarah.

“Makasih, aku harap ini semua bisa banyak bantu, tan.”

Haza mulai menelusuri ruangan itu, ruangan yang penuh dengan foto-foto mendiang Laudya, seperti seorang stalker yang sedang menguntit mangsanya. Pandangannya terjatuh pada salah satu foto dimana Laudya berada pada sebuah acara pertemuan kolega sebelum dua hari kemudian ​dirinya meninggal.

“Tante baik-baik aja?” Tanya Haza yang tidak sengaja melihat Sarah yang terlihat sangat terkejut dengan semua yang ada pada ruangan ini.

“Tante gapapa, segera ya nak, tante takut suami tante pulang.” cemas Sarah.

Haza mengangguk. Berjalan menuju sebuah laptop dan flashdisk yang menancap, sepertinya Raffa lupa untuk mencabutnya.

“Tante, aku izin buka ini ya.”

Setelah mendapatkan izin, Haza segera membukanya dan boom, bagai sebuah ledakan yang sangat dahsyat, air matanya menetes tanpa ia sadari, begitupun Sarah.

Terlihat di video itu, Laudya yang sedang dilecehkan oleh lelaki bajingan yang saat ini sedang menerror keluarga mendiang orang yang ia lecehkan. Di dalam video itu, terlihat Laudya yang terusan meracau untuk 'berhenti.'

“Bajingan, bisa-bisanya dia melakukan hal yang sangat keji kepada Laudya.” ujar Sarah, terlihat raut kecewa dan emosi dalam wajahnya.

Haza mencoba menahan emosi itu, lalu dia segera mensalin semua file yang berada pada flashdisk Raffa menuju flashdisknya. Serta memfoto semua isi ruangan ini. Setelah dirasa cukup, Haza menyimpan ponselnya.

“Tante, aku pamit pulang, tante jangan cemas, dan cobalah terlihat biasa-biasa saja, mungkin setelah ini keluarga tante akan pecah, tapi percayalah, tan, setelah itu tante dan Clara bisa hidup tenang. Terima kasih atas semua bantuannya, ya, tan.” ujar Haza meyakinkan Sarah.

“Iya, nak. Tante akan menyembunyikan ini, kamu cepatlah pergi sebelum mereka semua kembali.”

Maka, Haza pergi dari sana.


nojeraloff

Alen segera turun ke bawah dengan tergesa-gesa, dia sangat khawatir ketika Haza bilang dirinya kedinginan.

“Kak!” panggil Alen ketika sudah membuka pintu dan benar saja ada Haza di sana yang sedang tersenyum manis.

“Sini peluk.” ucap Haza.

Maka dengan segera Alen memeluk Haza. Alen merindukan ini, pelukan, senyuman, tatapan yang sendu dari seorang Haza, kekasihnya.

“Aku kangen kamu.” ucap Haza.

Alen melepaskan pelukannya, “Aku juga, kak.” balas Alen.

Keduanya saling menatap. Menatap pahatan Tuhan yang indah.

“Sebentar lagi ya? Sebentar lagi kita bakalan bebas dari hubungan sembunyi ini.” ujar Haza.

Alen mengangguk, “Iya, kak.”

Lantas Haza memeluk kembali tubuh mungil itu, merengkuhnya dengan erat.

Benar, sebentar lagi semuanya akan terungkap, dan mereka berdua bisa terbebas.