9:00
Tepat pukul 9 malam, mereka semua, Jerico, Alen, Yudha, Deron dan Faldo berkumpul di rumahnya Jerico untuk menunggu Haza yang saat ini telah berada di kediaman Clara.
“Pa, kak Haza bakalan gapapa kan?” tanya Alen, rautnya terlihat sangat cemas.
Jerico tersenyum kemudian mengelus surai panjang anak bungsunya itu, “Tenang aja, Haza itu kuat, pasti dia bakal ngga kenapa-napa.” balas Jerico.
Alen merasa sedikit lega dengan kalimat penenang sang papa. Seluruh badannya merosot ke bawah, meskipun begitu hatinya dan jiwanya harus siap dengan keadaan yang akan terjadi di masa depan nanti.
“Len, makan dulu lah, abang udah pesenin pizza kesukaan kamu nih.” ajak Faldo, kemudian menuntun Alen menuju meja makan yang kebetulan ada Deron di sana.
“Sini, tuan putri harus makan dulu.” ujar Deron dengan suara lembutnya.
Alen tersenyum, “Kak, kalian berdua bakalan cemas gak?”
“Kalo cemas mah udah pasti, apapun yang di dapat sama Haza nanti, semoga sesuai dengan yang kita semua harapkan.” ujar Faldo.
Kini ketiganya terdiam bergelut dengan pikiran masing-masing, menanyakan apa yang akan terjadi kedepannya setelah Haza memberikan mereka kabar.
Langit terlihat sangat gelap. Ribuan bintang dan satu bulan yang meneranginya membuat langit yang gelap itu menjadi terang. Semilir angin yang hadir membuat udara semakin dingin.
Di sini, Haza berada di depan sebuah mansion yang ditutupi gerbang menjulang tinggi. Gerbang itu terbuka dan menampilkan sosok wanita paruh baya yang masih terlihat cantik, Sarah, mamannya Clara.
“Ayo, nak, mumpung masih sepi, kita harus cepat.” Sarah membuka pembicaraan, dan Haza hanya mengangguk dan mengikuti langkah wanita itu yang menuju sebuah ruangan.
Jujur saja, Sarah sendiri belum pernah memasuki ruangan ini, bahkan ketika mendekatinya saja, suaminya selalu marah dan menyuruhnya untuk selalu menjaga jarak dengan ruangan ini. Sebab itulah Sarah memutuskan untuk membantu Haza mengingat semua perlakuan suaminya terhadapnya dan anak gadisnya, Clara.
Untuk memasuki ruangan ini diperlukannya sebuah password. Untung saja, Sarah selalu memperhatikan suaminya ketika memasuki ruangan itu, 903721 dan pintu itu terbuka.
Gelap, itu yang pertama kali terlintas dalam pikiran mereka berdua.
“Haza, tante harap semua yang ada di sini bisa banyak membantu kamu.” ujar Sarah.
“Makasih, aku harap ini semua bisa banyak bantu, tan.”
Haza mulai menelusuri ruangan itu, ruangan yang penuh dengan foto-foto mendiang Laudya, seperti seorang stalker yang sedang menguntit mangsanya. Pandangannya terjatuh pada salah satu foto dimana Laudya berada pada sebuah acara pertemuan kolega sebelum dua hari kemudian dirinya meninggal.
“Tante baik-baik aja?” Tanya Haza yang tidak sengaja melihat Sarah yang terlihat sangat terkejut dengan semua yang ada pada ruangan ini.
“Tante gapapa, segera ya nak, tante takut suami tante pulang.” cemas Sarah.
Haza mengangguk. Berjalan menuju sebuah laptop dan flashdisk yang menancap, sepertinya Raffa lupa untuk mencabutnya.
“Tante, aku izin buka ini ya.”
Setelah mendapatkan izin, Haza segera membukanya dan boom, bagai sebuah ledakan yang sangat dahsyat, air matanya menetes tanpa ia sadari, begitupun Sarah.
Terlihat di video itu, Laudya yang sedang dilecehkan oleh lelaki bajingan yang saat ini sedang menerror keluarga mendiang orang yang ia lecehkan. Di dalam video itu, terlihat Laudya yang terusan meracau untuk 'berhenti.'
“Bajingan, bisa-bisanya dia melakukan hal yang sangat keji kepada Laudya.” ujar Sarah, terlihat raut kecewa dan emosi dalam wajahnya.
Haza mencoba menahan emosi itu, lalu dia segera mensalin semua file yang berada pada flashdisk Raffa menuju flashdisknya. Serta memfoto semua isi ruangan ini. Setelah dirasa cukup, Haza menyimpan ponselnya.
“Tante, aku pamit pulang, tante jangan cemas, dan cobalah terlihat biasa-biasa saja, mungkin setelah ini keluarga tante akan pecah, tapi percayalah, tan, setelah itu tante dan Clara bisa hidup tenang. Terima kasih atas semua bantuannya, ya, tan.” ujar Haza meyakinkan Sarah.
“Iya, nak. Tante akan menyembunyikan ini, kamu cepatlah pergi sebelum mereka semua kembali.”
Maka, Haza pergi dari sana.
nojeraloff