Strong Evidence

Saat ini Haza telah berada di kediaman Alen. Wajah mereka semua terlihat tegang dengan sebuah flashdisk yang sudah berada di meja di depan mereka semua, serta handphone Haza yang sudah menampilkan begitu banyaknya foto-foto mendiang Laudya.

“Sebelum aku putar apa yang ada di sini, aku mau nanya ke Alen. Kamu bener-bener udah siap, kan?” tanya Haza untuk yang ke sekian kalinya, padanya Haza terus bertanya ini kepada Alen.

“Iya, kak, aku siap.” balas Alen sekali lagi.

Haza menghembuskan napasnya, kemudian segera memasangkan flashdisk itu ke laptop dan yah, video terputar.

Terlihat rahang mereka mengeras, mata mereka terlihat memancarkan kemarahan dan kesedihan, jadi ini yang telah dialami Laudya?

Jerico, Faldo dan Alen meneteskan air matanya. Padahal di pagi hari saat itu semuanya baik-baik saja, mereka bercanda seperti biasanya. Namun, siapa yang menyangka ini semua akan terjadi?

“Kita udah punya bukti ini, sekaligus beberapa bukti lainnya tentang penggelapan dana perusahaan, dan istrinya yang akan membantu kita untuk melaporkannya, tingga tunggu waktu yang pas.” ujar Yudha.

Jujur saja, Laudya itu sudah seperti seorang adik baginya, Laudya dulunya adalah adik kelasnya yang sangat dekat dengannya. Deron? Dulu, saat Alen dan Haza belum lahir, saat itu Laudya lah yang meminta Yudha untuk mengangkatnya menjadi anak mengingat seluruh keluarga Deron yang telah tiada akibat kecelakaan pesawat. Deron juga menganggap Laudya sebagai ibunya, selain mendiang ibu angkatnya, mamanya Haza yang meninggal akibat penyakit jantung.

“Pa, Alen ke kamar dulu ya.” ujar Alen kemudian segera pergi menuju kamarnya.

Pikirannya sangat kacau. Mengapa ia tidak sadar? Mengapa ia tidak sadar saat ibunya menangis di dapur pada malam itu? Mengapa ia tidak sadar dengan kekacauan sang ibu? Mengapa?

“Ma...”

Memandangi foto sang ibu yang tersenyum sangat bahagia bersama keluarganya membuat hatinya semakin teriris.

“Ma, pasti sakit banget ya? Ma, maafin aku. Andai waktu itu aku ngerti, pasti mama gak akan kayak gini, pasti kita bakalan terus sama-sama.”

Isak tangis memilukan itu mengisi ruangan Alen yang membuat Jerico enggan untuk masuk ke dalam.


© nojeraloff