Paket

Setelah menunggu beberapa menit, pintu utama terbuka dan membuat Alen segera berdiri untuk menyambut papa dan abangnya.

“Kok belum tidur?” tanya papanya begitu melihat Alen berdiri menunggunya.

Ale menggelengkan kepalanya ribut, “Mau tau isi paketnya.” balasnya kemudian.

Kedua pria di depannya itu menghela napasnya. Jerico menatap ke arah paket yang berada tepat di meja ruang tamu, maka langkah kakinya menuju ke sana, diikuti kedua anaknya.

“Tadi yang ngirim beneran gak ngasih tau nama pengirimnya?” tanya Faldo ke adiknya.

Alen menggeleng, “Gak, tadi kurirnya cuma minta foto.” ucapnya polos.

Sontak membuat ke empat mata menatapnya, “Terus kamu mau difoto?” tanya Jerico.

“Eyyy, Aku gak sebodoh itu paa, gak lah, aku suruh pak satpam yang difoto, untung mau kurirnya.” balasnya yang membuat kedua pria itu menghela napas lega.

Tak mau membuang waktu agar anak gadisnya itu bisa tidur, Jerico membuka bungkusan paket itu, hingga sampai pada kotak sedang.

“Pa, yakin ga ada yang aneh?” tanya Faldo meyakinkan kembali isi hati dan kepalanya.

“Kita belum buka isinya, liat aja dulu.”

Setelah itu, Jerico membukanya dan betapa terkejutnya dia dan kedua anaknya. Isinya ialah foto sang mendiang istri yang sedang menghadiri sebuah pertemuan disertai dengan sebuah surat, surat tangan.

“Pa, ini kan mama.” ujar Alen.

Alen mengambil foto tersebut, air matanya menetes mengingat semua kejadian yang terjadi pada keluarga mereka di masa lampau.

“Jangan, jangan nangis, sayang.” ucap Jerico kemudian membawa anak gadisnya itu ke dalam pelukannya.

Faldo membaca isi surat itu, surat yang berisi semua kisah mamanya sebelum bersama papanya, kisah cinta mamanya di waktu SMA.

“CEPAT CARI SIAPA YANG MENGIRIM INI!” sentak Jerico kepada para bodyguardnya.

Tak tahu saja ada salah satu dari mereka yang tersenyum puas.


© nojeraloff