Casvano Haeanor ( A Flashback)
by nojeraloff
5 tahun yang lalu
Zura sangat menantikan hari ini, hari dimana abangnya akan tiba di Indonesia dan tentu saja bertemu dengannya. Dia sangat menyayangi abangnya itu.
“Mom, mana abang?” tanya Zura gusar, pasalnya ini sudah lebih dari jam tiba sang abang di Indonesia.
Ah iya, saat ini Zura dan mamanya berada di bandara untuk menjemput Casvano Haeanor, sedangkan sang papa masih berada di rumah kakeknya untuk membahasa suatu hal yang sangat penting.
“Mama juga gak tau, dear. Mama coba hubungin papa kamu dulu ya.” ujar sang Ibu, diapun sama halnya dengan Zura, khawatir.
Lantas Hanna mencari tempat yang tidak ramai akan orang yang berlalu-lalang untuk menelepon sang suami, Sagreas.
Sedangkan Zura tetap melihat ke pintu dimana orang-orang akan keluar berharap abangnya akan keluar dari sana.
“Where are you, bro?” gumamnya.
Hingga suara kegaduhan terdengar. Suara tembakan terdengar. Dan suara orang berteriak terdengar. Orang-orang segera berlarian mencari tempat perlindungan.
Tangan Zura segera ditarik sang ibu, Hanna, untuk mencari tempat perlindungan juga.
“Kenapa ada suara tembakan?” gumam Hanna.
Suara tembakan berlangsung selama 10 menit. Selang 10 menit suara itu hilang begitu saja.
“Ayo!” ajak Hanna kepada putrinya.
Hanna dan Zura berlari ke dalam dan melihat banyak sekali orang-orang tidak bernyawa di sini.
“Ma, abang...” ujar Zura lirih saat ia melihat seorang pria dengan koper kesukaannya terbaring lemah.
Lantas Hanna dan Zura segera berlari menuju Casvano.
“Bang? Casvano? Kamu bisa dengar mama?” ujar Hanna panik.
Casvano tersenyum tipis, “Iya, aku dengar.”
“Bertahan, ya? Kita ke rumah sakit.” ujar Hanna lagi, mencoba menahan rasa sakitnya melihat sang putra dalam keadaan seperti ini.
Casvano menggeleng, “Ma, aku udah gak bisa. Kalian jaga diri, ya? Dan kamu Zura, harus terbiasa tanpa abang, oke? Ingatkan hewan indah kesukaan abang?” ujar Casvano dengan suara lirihnya.
Zura menangis tersedu-sedu dan menganggukkan kepalanya.
“Kupu-kupu.” balas Zura.
“Siapa, bang? Siapa yang ngelakuin ini?” tanya Hanna.
“Granbour, kelihatannya mereka ingin membalas dendam. Abang mohon kalian jaga diri, abang sayang kalian.” itu adalah ucapan terakhir yang diucapkan Casvano.
Hanna tidak bisa lagi mengeluarkan air matanya. Ia segera memanggil ambulans untuk mengangkat jenazah sang putra.
“Zura? Dengar kata abang kamu, kan? You must be strong.” ujar Hanna.
Zura mengangguk. Kehilangan orang tersayang di usianya yang masih 15 tahun tentu saja membuatnya sakit hati, sesak dan trauma. Sejak hari itu, jika ia merindukan Casvano, ia selalu berbicara kepada kupu-kupu, ia tidak bisa tau apa yang dikatakan kupu-kupu, hanya saja jika ia sudah berbicara kepada hewan indah itu, ia akan tenang.
“Zura, abang suka banget sama kupu-kupu.”
“Zura juga suka! Mereka sangat indah dan mereka bebas ingin pergi kemana saja.”
“Zura, kalau abang gak bisa di sisi Zura nanti, Zura lihat aja kupu-kupu dan bicara sama mereka, oke?”
“Kenapa abang gak di sisi Zura? Abang selalu di samping Zura, kan?”
“Iya, abang usahakan.”
“Abang! Zura sekarang jadi CEO di perusahaan baru.”
“Widih, udah besar nih, gak kayak dulu yang masih ingusan.” ledek sang abang.
“Ih, jangan diingatkan. Abang kapan ke Indonesia?”
“Secepatnya, ya, nanti kita jalan-jalan.”
“Yes, can't wait.”
Sekelebat memori terlintas. Kenangan terindah yang tidak akan Zura lupakan sampai sekarang.
Di sisi lain,
“Kerja bagus, Renma. Kamu memberitahu papa di waktu yang sangat tepat.” ujar Pria itu.
“Terima kasih, Pa. Aku akan melakukan apapun untuk membalas perbuatan mereka.”