00:00
by nojeraloff
Sebagian orang mungkin menginginkan ketenangan dengan menaiki rooftop rumah mereka di malam hari. Sepi dan hanya ditemani semilir angin. Dengan pemandangan yang langsung mengarah kepada indahnya kota Jakarta saat malam dan indahnya langit yang bertaburan bintang, serta jangan lupakan bulan yang senantiasa tersenyum.
Sudah tersedia beberapa camilan dan minuman soda untuk menangani sepasang sahabat yang sudah lama tidak bertemu ini, Helma dan Manda.
Keduanya cukup lama terdiam menikmati suasana saat ini. Hingga Helma yang memutar musik One Less Lonely Girl yang dinyanyikan oleh Justin Bieber.
“How are you, Helma?” akhirnya Manda membuka suaranya.
Mendengar suara yang sudah lama ia rindukan membuatnya menatap gadis di depannya ini, “Baik, lo gimana?” balasnya.
Manda tersenyum kecil, “Same with you, I am fine, Hel.”
Sekarang terputar lagu Interaksi yang dinyanyikan Tulus.
Andai mereka tidak tetanggaan, andai orang tua mereka tidak saling mengenal, mungkin interaksi seperti ini tidak akan terjadi. Namun apa boleh buat.
“Tadi lo di apartemen?” tanya Helma.
Manda mengangguk, “Since kuliah, gue udah di apartemen, biar deket.” ujarnya.
Padahal bukan itu alasannya. The real reason is agar dia terbiasa tanpa kehadiran Helma. Agar dia bisa menjauh dari semua kenangan yang ada di rumahnya bersama Helma. Sejujurnya, Manda tersiksa sama halnya dengan Helma. Mereka berdua tersiksa.
“Lo gimana bisa pergi ke London dan Moraine Lake, Canada?” akhirnya keluar juga pertanyaan yang sudah sedari tadi yang ingin Manda tanyakan.
“Gue udah ada tawaran dari temen mama, jadi selesai SMA gue udah bisa langsung ke London buat lanjut study dan soal Moraine Lake, lo kenapa bisa tau?”
Padahal Helma memutuskan untuk pergi ke London adalah atas permintaan Manda saat itu.
“Gue lupa, lo pinter haha. Soal Moraine Lake itu Bianca yang gak sengaja lihat lo when you used your favourite camera.”
Helma menganggukkan kepalanya pertanda dia mengerti.
“Gue dulu pengen banget ke Moraine Lake, banyak orang bilang di sana suasananya tenang banget. Jadi setelah selesai study, gue langsung ke sana sebelum balik ke Indonesia. Lo tau kenapa gue pengen banget ke tempat tenang itu, Man?” Helma menoleh ke arah Manda dan menatapnya lekat kemudian melanjutkan perkataannya,
“Supaya gue bisa tenangin pikiran gue selama 5 tahun terakhir yang selalu diisi sama lo, gue pengen lo hilang dari pikiran gue. Gue pengen lo ga hadir di mimpi gue, gue pengen lupain lo. Gue... pengen hilangin semua perasaan gue ke lo. Gue gak mau ngerusak persahabatan kita yang udah kita bahkan orang tua kita jalin sedari dulu, gue pengen lupain itu. Tapi gue gagal, Man. Gue gagal lupain lo, gue gagal hilangin perasaan ini ke lo. Gue gak mau kehilangan semuanya, Man. I'm too afraid of it. Gue takut.”
Helma tidak bisa menahan rasa sesak di dadanya. Dia mengalirkan air mata itu setelah sekian lamanya di bahu seorang gadis yang ia cintai.
Manda ikut menangis sambil mengusap-usap punggung Helma yang bergetar hebat. Helma tidak pernah menangis di depannya, ini adalah kali pertama ia melihat Helma menangis.
Lima belas menit sudah. Keduanya masih saling menenangkan diri. Helma menatap Manda yang juga menatapnya.
“I just realized that I love you when you're gone, Helma.”
Terdiam. Helma dengan segera mendekati Manda dan mencium bibir gadis itu. Hanya menempel, tidak ada lumatan. Menyatukan kening mereka dan menangis bersama lagi. Tanpa sadar kedua ibu mereka yang menyaksikan hal tadi.
End